PTSD sebagai dampak dari Perundungan pada Anak dan Remaja
05.57Pendahuluan
Bullying atau perundungan adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang oleh individu atau sekelompok orang terhadap korban yang lebih lemah atau rentan. Fenomena ini kerap terjadi di kalangan remaja dan dapat menyebabkan dampak psikologis yang mendalam, termasuk perkembangan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Bullying mencakup berbagai bentuk kekerasan, baik fisik (seperti pemukulan), verbal (seperti penghinaan), maupun emosional (seperti pengucilan). Hal ini dapat terjadi di berbagai tempat, termasuk sekolah, lingkungan sosial, dan media sosial (cyberbullying). Bullying dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental dan fisik korban.
Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan yang terjadi setelah individu mengalami peristiwa traumatis yang melibatkan ancaman serius terhadap integritas fisik atau emosional mereka. Gejala PTSD dapat mencakup kilas balik (flashbacks), mimpi buruk, kecemasan berlebihan, dan penghindaran terhadap situasi atau tempat yang mengingatkan pada trauma. Menurut American Psychiatric Association (2013), gejala PTSD bisa muncul segera setelah peristiwa traumatis atau beberapa bulan setelahnya. PTSD dapat terjadi akibat pengalaman bullying. Makin muda seseorang mengalami kekerasan, efek buruknya makin kuat dan luas.
Mekanisme Neurosains dan Sistem saraf
Dampak bullying terhadap perkembangan otak dapat dipahami melalui kajian neurosains. Ketika seseorang mengalami bullying, otak merespons peristiwa tersebut sebagai ancaman serius. Proses ini melibatkan sistem saraf otonom, khususnya sumbu HPA (Hypothalamus-Pituitary-Adrenal), yang mengaktifkan respons stres "fight, flight, or freeze."
- Amigdala, bagian dari sistem limbik yang bertanggung jawab untuk mengolah emosi, menjadi sangat aktif selama situasi berbahaya atau menakutkan seperti bullying. Aktivasi amigdala yang berulang menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap ancaman dan memicu rasa takut yang mendalam.
- Kortisol, hormon stres yang diproduksi oleh adrenal, dilepaskan dalam jumlah besar selama paparan bullying. Kortisol dalam jangka panjang dapat mengganggu perkembangan otak yang sehat, terutama di hipokampus, yang berperan dalam penyimpanan memori dan regulasi stres.
- Prefrontal Cortex (PFC), yang bertanggung jawab atas pengendalian impuls, pengambilan keputusan, dan regulasi emosi, juga terpengaruh. Pada anak yang sering di-bully, terjadi penurunan volume di PFC, yang mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan emosi dan berpikir rasional ketika menghadapi situasi stres.
- Disregulasi neurotransmitter, seperti serotonin, dopamin, dan noradrenalin, juga terjadi akibat bullying. Ketidakseimbangan ini berkontribusi pada masalah mood seperti depresi, kecemasan, dan iritabilitas, yang sering ditemukan pada korban bullying.
Dampak neurosains ini memperkuat hubungan antara bullying dan munculnya gejala PTSD. Otak yang terus-menerus terekspos pada stres berlebih tidak mampu memproses pengalaman traumatis dengan cara yang sehat, sehingga menghasilkan gejala PTSD seperti flashbacks, mimpi buruk, dan hipervigilance.
Dinamika Psikologis
Secara psikologis, korban bullying mengalami dampak emosional yang signifikan. Beberapa dinamika psikologis yang umum terjadi adalah:
- Perasaan Tidak Berharga: Korban bullying sering kali merasa bahwa mereka tidak pantas dihargai. Pengalaman terus-menerus menerima perlakuan merendahkan dapat menurunkan rasa percaya diri mereka.
- Kecemasan Sosial: Pengalaman bullying dapat menciptakan ketakutan berlebihan terhadap interaksi sosial. Korban mungkin merasa cemas untuk bergaul dengan teman sebaya, terutama jika mereka pernah mengalami penghinaan di depan umum.
- Disregulasi Emosi: Anak yang trauma akibat bullying sering kesulitan mengatur emosi. Mereka mungkin menunjukkan ledakan kemarahan yang tidak terkendali atau penarikan diri emosional.
- Penghindaran: Korban bullying cenderung menghindari situasi yang mengingatkan mereka pada trauma, seperti lingkungan sekolah atau interaksi sosial. Ini adalah mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari rasa sakit yang mereka alami.
- Depresi: Beberapa korban bullying dapat mengembangkan gejala depresi, termasuk perasaan putus asa dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.
Perkembangan Kepribadian Anak
Pengalaman bullying yang berkepanjangan dapat membentuk pola kepribadian yang maladaptif. Beberapa gambaran kepribadian yang mungkin terbentuk akibat bullying meliputi:
- Kepribadian Inhibited: Anak yang mengalami bullying cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan menghindari konfrontasi. Mereka mungkin menjadi pasif dan sulit mengekspresikan pendapat.
- Kepribadian Avoidant: Ketakutan terhadap penolakan dan penghinaan membuat anak-anak ini menghindari situasi sosial. Mereka merasa cemas ketika berada di lingkungan yang ramai.
- Kepribadian Dependent: Beberapa korban bullying mengembangkan ketergantungan emosional yang berlebihan pada orang yang mereka anggap aman. Mereka takut untuk mandiri atau mengambil keputusan sendiri karena merasa tidak mampu.
Pendekatan Terapi untuk Mengatasi PTSD Akibat Bullying
Terapi yang tepat sangat penting dalam membantu remaja yang mengalami PTSD akibat bullying. Beberapa pendekatan terapi yang efektif meliputi:
- Trauma-Focused Cognitive Behavioral Therapy (TF-CBT): TF-CBT adalah pendekatan yang umum digunakan untuk menangani PTSD pada anak dan remaja. Terapi ini membantu individu memproses pengalaman traumatis secara kognitif dan emosional. Melalui restrukturisasi kognitif, anak diajarkan untuk mengenali dan mengubah pola pikir yang maladaptif, seperti keyakinan bahwa mereka tidak berharga.
- Art Therapy dan Play Therapy: Terapi seni dan terapi bermain adalah metode yang efektif untuk membantu anak mengekspresikan emosi dan pengalaman mereka. Melalui media visual atau permainan, anak dapat menyampaikan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
- Mindfulness dan Relaksasi: Teknik mindfulness dan latihan relaksasi dapat membantu mengurangi kecemasan dan stres yang dihasilkan oleh trauma bullying. Dengan mengajarkan anak untuk fokus pada saat ini, teknik ini dapat membantu menenangkan sistem saraf dan mengurangi gejala PTSD.
- Terapi Keluarga: Terapi keluarga sangat penting karena trauma yang dialami anak akibat bullying dapat memengaruhi seluruh sistem keluarga. Melalui terapi ini, anggota keluarga diajarkan cara mendukung anak dan memahami kebutuhan emosionalnya.
Kesimpulan
Dampak bullying terhadap remaja dapat memiliki konsekuensi yang sangat serius, termasuk perkembangan PTSD. Dari perspektif neurosains, bullying memengaruhi respons otak terhadap stres dan dapat merusak area-area penting yang terlibat dalam pengaturan emosi dan pengambilan keputusan. Secara psikologis, korban bullying mengalami dampak yang mendalam, termasuk perasaan tidak berharga, kecemasan sosial, dan disfungsi emosi. Terapi yang tepat, seperti TF-CBT, art therapy, dan sangat penting dalam membantu remaja mengatasi trauma dan membangun kembali kepercayaan diri serta keterampilan sosial yang sehat. Dengan dukungan yang tepat, remaja yang menjadi korban bullying dapat pulih dan berkembang menjadi individu yang lebih kuat dan resilien.
Referensi
- American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed.). Arlington, VA: Author.
- McDonald, K. L., & Thibodeau, R. (2017). The Impact of Bullying on the Developing Brain. Journal of School Psychology, 65, 95-105.
- Ttofi, M. M., & Farrington, D. P. (2011). Effectiveness of School-Based Programs to Reduce Bullying: A Systematic and Meta-Analytic Review. Journal of Experimental Criminology, 7(1), 45-61.
- Cohen, J. A., Mannarino, A. P., & Knudsen, K. (2005). Treating Trauma and Traumatic Grief in Children and Adolescents. Guilford Press.
0 comments