Memahami NPD dan Pendekatan Object-Relation Theory dalam Intervensinya.

21.59



 

Pengantar

 

Bukan hanya klien psikologi yang memiliki keluhan, Psikolog atau Psikoterapisnya juga memiliki masalah. Seringkali keluhan meliputi kesulitan menerapkan metoda terapi yang diperlukan untuk membantu klien, sulit membangun karja sama dan gagal mempertahankan komitmen klien dalam proses terapi dengan alasan tidak jelas, atau klien merasa jasa psikologi terlalu mahal sehingga mundur teratur saat sudah merasa lebih baik. 

 

Psikoterapi  mungkin akan terasa lebih sulit jika menghadapi kasus-kasus berat, sebut saja Klien NPD. Mari kita bincangkan kasus ini untuk memahaminya lebih baik. 

 

Pengertian

Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan kepribadian yang ditandai oleh perasaan berlebihan tentang kepentingan diri, kebutuhan untuk dikagumi, dan kurangnya empati terhadap orang lain. Orang dengan NPD sering menunjukkan sifat-sifat seperti kesombongan, merasa berhak, dan rasa superioritas yang kuat, sehingga sulit bagi mereka untuk mempertahankan hubungan yang sehat. (Psychology Today)

 

Penyebab

Penyebab NPD tidak sepenuhnya dipahami, namun beberapa faktor utama yang sering diidentifikasi meliputi:

  • Genetik: Ada bukti yang menunjukkan bahwa komponen genetik mungkin berperan dalam perkembangan NPD. Studi kembar menunjukkan predisposisi biologis pada beberapa individu.
  • Pengasuhan: Pengalaman masa kecil yang tidak stabil, seperti perhatian berlebihan (overvaluation) atau justru kurangnya perhatian dan kasih sayang, sering dikaitkan dengan pengembangan NPD. Pengasuhan yang penuh pujian tanpa batas bisa mendorong pembentukan narsisme yang maladaptif.
  • Pengalaman trauma atau perlakuan buruk: Perasaan rendah diri atau harga diri yang tidak stabil akibat trauma masa kecil dapat berkontribusi pada pembangunan struktur narsistik sebagai bentuk perlindungan psikologis

 

Penelitian menunjukkan bahwa NPD dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan sosial, termasuk pengalaman masa kecil. Pengalaman masa kecil yang traumatis, seperti pengabaian emosional, pelecehan, atau pemanjaan berlebihan, dapat menyebabkan perkembangan sifat narsistik. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana mereka dipuji secara berlebihan atau sebaliknya menjadi sasaran kritik keras dapat mengembangkan perilaku kompensasi seperti kemegahan dan hak Istimewa(Psychology Today)

 

Pengalaman masa kecil 

 

Masa kecil dan pengalaman hidup memainkan peran kunci dalam perkembangan NPD. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan di mana harga diri mereka diukur berdasarkan pencapaian eksternal atau validasi terus-menerus dapat mengembangkan kecenderungan narsistik. Selain itu, pengalaman trauma seperti pengabaian emosional, penyalahgunaan, atau pembatalan identitas bisa menciptakan mekanisme pertahanan diri narsistik di kemudian hari.

 

Beberapa teori, seperti Teori Objek Hubungan, menekankan bahwa individu dengan NPD sering kali memiliki luka masa kecil yang dalam terkait dengan ketidak-amanan dan ketakutan akan ketergantungan pada orang lain. Mereka mengembangkan perilaku grandios untuk mengatasi rasa rendah diri yang mendalam.

 

Pengalaman Buruk di Masa Kecil (Adverse Childhood Experiences/ACEs), seperti pelecehan fisik, emosional, atau seksual, umumnya dikaitkan dengan perkembangan "narsisme yang rentan," yang ditandai dengan hipersensitivitas terhadap kritik dan rasa percaya diri yang rapuh. Di sisi lain, narsisme yang muluk-muluk, yang sering dikaitkan dengan sikap memanjakan yang berlebihan atau pola asuh yang otoriter, ditandai dengan kesombongan dan rasa superioritas yang berlebihan.(Heather Hayes & Associates).

 

Gejala dan Ciri Perilaku

Ciri-ciri utama NPD meliputi:

• Kemegahan: Rasa penting diri dan superioritas yang berlebihan.

• Kurang empati: Kesulitan memahami atau peduli terhadap perasaan orang lain.

• Kebutuhan akan kekaguman: Terus-menerus mencari validasi dan kekaguman dari orang lain.

• Perilaku eksploitatif: Menggunakan orang lain untuk keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan kesejahteraan mereka.

• Harga diri yang rapuh: Meskipun tampak sombong, individu dengan NPD sering kali memiliki harga diri yang rapuh yang sangat sensitif terhadap kritik atau kegagalan yang dirasakan.

 

Perilaku ini biasanya terus-menerus dan meluas, memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan, hubungan sosial, dan dinamika keluarga.

 

Gejala NPD diidentifikasi berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Beberapa di antaranya adalah:

  • Rasa diri yang berlebihan (grandiosity) dan keyakinan bahwa dirinya lebih istimewa dari orang lain.
  • Fantasi akan kesuksesan, kekuasaan, kecantikan, atau cinta ideal yang tak terbatas.
  • Kebutuhan konstan akan perhatian dan pengakuan.
  • Kurangnya empati terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.
  • Kesulitan menjalin hubungan intim yang otentik.
  • Reaksi marah atau tersinggung jika tidak mendapatkan pengakuan yang mereka anggap pantas.

 

 

 

Pertimbangan Holistik: Fisik, Psikologis, Sosial, dan Spiritual

 

Untuk memahami NPD secara holistik, kita perlu juga mempertimbangkan aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual:

  • Fisik: Walaupun NPD adalah gangguan kepribadian, implikasi fisiknya dapat terlihat dalam stres kronis, insomnia, atau gangguan makan yang mungkin terjadi sebagai akibat dari tekanan untuk tampil sempurna atau menjadi pusat perhatian.
  • Psikis: Individu dengan NPD sering kali mengalami ketidakstabilan emosi yang mendalam. Di balik topeng grandiosity, sering kali ada perasaan ketidakberdayaan dan harga diri yang rapuh. Ini bisa mengarah pada depresi, kecemasan, dan ketergantungan pada zat adiktif.
  • Sosial: Hubungan interpersonal sering kali menjadi tantangan utama. Individu dengan NPD bisa mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan dekat karena kurangnya empati dan ketidakmampuan untuk menghadapi kritik atau kegagalan.
  • Spiritual: Dari perspektif spiritual, individu dengan NPD mungkin merasakan kekosongan atau kurangnya makna yang mendalam dalam hidup. Pendekatan spiritual seperti mindfulness atau praktik keagamaan tertentu dapat membantu mereka terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, sehingga membantu dalam pengelolaan ego dan mencari keseimbangan.

 

Intervensi dan Terapi

 

Pendekatan terapi yang efektif sering kali mencakup terapi psikodinamik, terapi perilaku kognitif (CBT), atau terapi berorientasi schema untuk membantu individu memahami dan mengelola perasaan serta perilaku narsistiknya. Terapi mindfulness dan pendekatan spiritual dapat membantu individu dengan NPD untuk melepaskan dorongan mereka terhadap grandiosity dan fokus pada empati dan keaslian dalam hubungan. Akan lebih baik jika kita mampu meramu secara integral beragam pendekatan tersebut. Namun jika tidak, mari kita bahas salah satu pendekatan Psikodinamika yang kita dapat pilih, yaitu teori hubungan objek. 

 

Pendekatan Object-Relation Theory 

 

Teori ini berkembang dari ide dasar Freud tentang pentingnya hubungan awal antara anak dan pengasuh, tetapi kemudian diperluas oleh sejumlah psikoanalis seperti Melanie Klein, Donald Winnicott, dan Otto Kernberg. Berikut adalah poin utama tentang teori ini:

 

1. Objek sebagai Representasi Orang Lain

Objek dalam teori ini mengacu pada representasi mental orang lain, khususnya orang-orang yang signifikan, seperti orang tua atau pengasuh. Pada dasarnya, teori ini melihat bagaimana hubungan awal seseorang dengan objek-objek tersebut (misalnya, ibu atau ayah) membentuk pandangan individu tentang dirinya sendiri dan orang lain di kemudian hari.

 

2. Internalisasi dan Representasi Mental

Teori Objekt-Hubungan berfokus pada bagaimana individu menginternalisasi hubungan dengan orang lain dan bagaimana hubungan tersebut kemudian direpresentasikan secara mental. Pengalaman awal dengan pengasuh diinternalisasi dalam bentuk gambaran mental atau representasi diri dan orang lain, yang kemudian membentuk dasar bagi hubungan interpersonal di masa dewasa.

  • Jika seorang anak memiliki hubungan yang penuh kasih sayang dan stabil dengan pengasuh, mereka cenderung mengembangkan representasi mental yang positif tentang diri dan orang lain.
  • Jika hubungan tersebut dipenuhi dengan ketidakpastian atau penyalahgunaan, anak mungkin mengembangkan representasi mental yang terfragmentasi, yang dapat memengaruhi hubungan interpersonal di masa depan, termasuk ketidakmampuan untuk mempercayai atau berinteraksi secara sehat.

 

3. Tahapan Perkembangan dan Fragmentasi

Melanie Klein, salah satu pengembang utama teori ini, menekankan bahwa dalam perkembangan awal, anak-anak membagi objek menjadi bagian "baik" dan "buruk." Ini dikenal sebagai proses splitting, di mana anak menganggap objek sebagai sepenuhnya baik (misalnya, ketika pengasuh memenuhi kebutuhan) atau sepenuhnya buruk (misalnya, ketika pengasuh gagal memenuhi kebutuhan). Seiring perkembangan, individu mulai memadukan aspek baik dan buruk dari objek, yang dikenal sebagai integrasi, dan ini menjadi dasar untuk hubungan interpersonal yang lebih dewasa.

 

4. Signifikansi Pengalaman Awal

Pengalaman anak dengan figur pengasuh awal sangat menentukan bagaimana individu memahami dan berhubungan dengan dunia sosialnya. Gangguan dalam hubungan awal tersebut bisa mengarah pada gangguan psikologis di kemudian hari, termasuk masalah dalam keterikatan, ketergantungan, dan pengembangan rasa identitas yang stabil.

  • Misalnya, seseorang dengan Narcissistic Personality Disorder mungkin menginternalisasi representasi mental yang terganggu dari pengasuh, yang dapat mengarah pada kebutuhan untuk mengagungkan diri sendiri sebagai mekanisme pertahanan terhadap perasaan tidak aman yang mendalam.

 

5. Aplikasi Terapeutik

Dalam terapi, pendekatan Objekt-Hubungan digunakan untuk memahami pola hubungan klien dengan orang-orang penting dalam kehidupan mereka, termasuk bagaimana hubungan tersebut membentuk persepsi diri dan orang lain. Terapi berusaha untuk mengeksplorasi dan memodifikasi representasi internal ini, membantu individu mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih sehat dan memahami emosi mereka dengan lebih baik.

Contoh Penerapan:

  • Dalam Narcissistic Personality Disorder, teori ini membantu menjelaskan bagaimana hubungan awal yang bermasalah dengan pengasuh dapat menyebabkan individu mengembangkan mekanisme perlindungan yang menciptakan persona narsistik sebagai upaya untuk mengatasi luka emosional yang mendalam.

 

Terapi psikodinamik, khususnya yang berbasis Teori Objekt-Hubungan, menuntut keterampilan tertentu yang memungkinkan terapis untuk mengeksplorasi pengalaman emosional terdalam klien dan pola hubungan interpersonal mereka. 


Seorang Psikoterapis harus memiliki kompetensi khusus yang mencakup pemahaman teori ( termasuk konsep-konsep seperti transferencecountertransference, mekanisme pertahanan, dan dinamika bawah sadar), keterampilan interpersonal (antara lain kemampuan mendengarkan aktif, empatik, dan non-judgmental sangat penting untuk membangun aliansi terapeutik yang kuat), pengelolaan situasi Transference dan Countertransference, dan kemampuan interpretasi terhadap prilaku klien, mekanisme pertahanan diri bahkan  konflik-konflik dan proses bawah sadar klien yang sering muncul dalam mimpi. 

 

Sementara itu, kegagalan terapi sering disebabkan oleh faktor seperti aliansi terapeutik yang lemah, ekspektasi yang tidak realistis dari klien, resistensi emosional, serta komitmen yang tidak terjaga. Kemampuan mengelola semua faktor-faktor ini dengan tepat seringkali juga dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman Psikoterapis, selain kesadaran klien sendiri untuk berubah. 

 

 

###


 

 

Sumber : 

Psychology Today

Heather Hayes & Associates

 

Bahan Bacaan lain : 

  • American Psychiatric Association's DSM-5 for diagnostic criteria.
  • Greenberg, Jay R., dan Stephen A. Mitchell. Object Relations in Psychoanalytic Theory. Harvard University Press, 1983.

Sumber Photo by Angel Balashev on Unsplash

You Might Also Like

0 comments

Subscribe