Mencari Kabar dari Sungai di Syurga

00.18

 


Aku tak tahu harus berkata apa, saat mendengar kabar duka hanyutnya Emmeril Kahn Mumtadz, anak sulung gubernur Jabar Ridwan Kamil di sungai Aare. Kalimatkupun seminggu ini sepertinya ikut hanyut bersama emosi yang campur aduk. Pagi itu tanggal 26 Mei 2022 melalui siaran radio di mobil kudengar info ini setengah tak percaya. Aku segera cek medsos namun aku diam saja, tidak ikut mengomentari postingan kawan atau membuat postingan terkait issue ini. Aku punya alasan.

Ada ungkapan, jika tak bisa berkata baik maka diam saja. “Bagaimana jika untuk berkata saja tak bisa?” Tak bisa bukan karena bisu, tapi sepertinya kehilangan kata sejak dalam pikiran, mungkin karena secara psikologis, kita merasakan situasi yang mengancam dan tidak terduga. Amigdala telah membajak akal sehingga terjadi kebuntuan. 

Freeze, adalah gejala alami saat kita mengalami kejadian mendadak yang mengagetkan. Ada banyak orang mengalami ini. Kukira ini lebih baik dari pada respon agresif yang jelas lebih tidak pada tempatnya. Berkata kasar, sinis atau ungkapan kurang simpati dapat saja dibalut dalil yang terkesan objektif namun tendensius untuk memojokkan. Namun sesungguhnya terpicu oleh ketidakberdayaan, rasa iri dan kemarahan pada situasi yang tidak dapat dikendalikan. Ya, terkadang kita memiliki emosi sekunder yang terpicu oleh situasi apapun karena berita dan informasi di medsos saat ini begitu banyak dan bersimpang siur. 

Sekali lagi aku menunggu,

Saat kita harap-harap cemas menunggu kabar Eril di sungai Aare, masyarakat indonesia juga mendengar kabar duka dengan kembalinya Buya Prof Dr. H. Ahmad Syafi’i Maarif pada esok harinya, 27 Mei pukul 10.15 WIB. Telah berpulang orang yang kita hormati dan sayangi. Yang satu anak muda yang masih diharapkan menjadi generasi penerus, yang satu bapak bangsa yang telah memberi kita role model bagi kita semua, khususnya untuk  anak-anak muda kita yang  seharusnya memiliki harapan hidup lebih panjang. 

Itulah yang membuat aku semakin tak bisa berkata. Mencoba menengok nuasa rasa yang muncul dari jiwa dan merenungkan apa yang muncul dalam pikiran yang tampaknya terlalu campur aduk. Ajal tak bisa ditambah atau dikurang, ia akan datang pada saatnya sesuai dengan ketentuan takdirNya.

Ya.. akhirnya aku menemukan kata untuk menjelaskan situasinya hari ini. Setelah pihak keluarga membuat pernyataan resmi untuk status keberadaan Eril. Berita resminya dapat diperoleh di sini:
 
eril-dinyatakan-meninggal-ridwan-kamil-kembali-ke-indonesia-gsyD

Hari ini jumat, hari yang baik dan tepat untuk kita ikut menshalatkan secara ghaib, mengirimkan doa dan mengaminkan semua doa terbaik untuk ananda Eril, si Ganteng-Sholeh yang cerdas, kesayangan, kecintaan dan harapan kedua Mamah Atalia dan Bapak RK beserta keluarga besar. Seperti kata Ibu Cinta, Eril ada  dalam penjagaan dan perlindungan terbaik dari pemilik yang sebenarnya, Allah swt. 

Juga jangan lupa kirimkan doa untuk Buya yang menitipkan warisan intelektual yang tak terkira berharganya, semangatnya beramal bakti di Muhammadiyah serta cintanya pada negeri ini. Insyaallah Buya kembali dengan ridha dan diridhoiNya. Alfatihah!

 

Kita menyakini jika memang Eril telah meninggal maka ia telah syahid. Sedangkan kita tahu bahwa orang yang syahid tidaklah mati. Saya menyakini bahwa orang-orang yang shaleh dan banyak amal baiknya seperti Buya juga syahid.

“Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur karena syahid bahwa mereka itu mati, bahkan mereka tetap hidup tetapi kamu saja tidak menyadarinya” (Qs. 2 154)

Yang menarik dari rangkaian ayat ini adalah Allah SWT mengingatkan bahwa ujian hidup manusia akan terus dialami oleh kita yang hidup di dunia. Ayat-ayat selanjutnya tertulis dengan terjemahan sebagai berikut : 

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harga, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”

Kejadian ini akan sangat mudah memancing seseorang untuk mengalami ulang pengalaman menyakitkan terkait dengan kehilangan orang-orang yang dicintainya. Kita baru satu langkah menegaskan status pandemi menjadi endemi, saat pengalaman duka dua tahun ini masih mungkin berbekas pada banyak orang. Sebagian orang mungkin masih belum bisa move on dan masih merasakan duka  dalam proses untuk mengikhlaskan diri di hadapan Tuhan. Itu adalah hal manusiawi yang perlu kita terima. Tetapi kita juga tahu bahwa kedukaan juga milik banyak orang dan karenanya kita tidaklah sendirian. 

Lagi pula ujian hidup kita bukan hanya kematian tubuh, tetapi yang lebih parah adalah kematian jiwa, saat orang khilap dan atau tersesat jalan. Kehilangan arah dan bertindak fasik bahkan kafir jauh lebih mengerikan daripada kehilangan harta, usaha yang bangkrut atau berkurangnya kekuatan fisik kita akibat tua atau sakit. Saya menjadi begitu lebih prihatin saat berita-berita kedukaan ini semakin dekat dengan kawan-kawan terdekat. Pada saat yang sama, saya tetap menyakini kekuatan persahabatan dan lingkaran pengaruh yang positif yang dibalut oleh idiologi dan nilai-nilai akhlak di masyarakat kita yang religius.

Masyarakat jabar khususnya yang pemaaf, lembut hati mewarnai medsos kita dengan ungkapan empati terhadap duka dihiasi doa dan dukungan yang menenangkan. Tulisan empati dari beberapa kalangan dan beberapa ajakan untuk saling menjaga diri dari bahaya yang sama atau lebih besar dari musibah ini. 

Indahnya agama ini, mengajarkan kita bagaimana seharusnya kita berpikir dan bertindak dengan cara yang lurus. Kesedihan tentu saja akan dirasakan. Kehilangan akibat duka cita adalah sisi alamiah manusia yang tentu akan membutuhkan proses dan waktu untuk dapat diterima. Karena itu isyarat sabar adalah upaya agar semua perkataan dan tindakan dalam koridor ridhaNya. Merelakan apa yang memang harus dilepaskan itu tidaklah sesederhana kita menyebutnya. Karena itu orang-orang yang sabar dalam duka dijanjikan akan ditambahkan bonus pahala atas kesabarannya.  Kita juga diingatkan bahwa kitapun akan bertemu dengan orang-orang yang shaleh yang mendahului kita. Anak-anak, orang tua, sahabat, atau guru-guru yang mendahului kita. Semoga kita istiqomah di jalanNya dan berkumpul kembali suatu saat nanti di SyurgaNya. 

Mungkin terkadang kita selalu saja ingin penegasan, apa maksud semua kejadian ini. Mengapa orang-orang baik berpulang duluan, mengapa orang-orang yang kita sayang berumur pendek. Kematian ditakuti oleh semua orang, termasuk oleh yang menuliskan ini. Tentu Allah SWT memiliki maksud, dan makna terbaik yang bisa kita berikan adalah saat kita selalu bersangka baik padaNya. Walaupun itu tak mudah dan memerlukan proses. Kita ikat saja dulu keyakinan bahwa semuanya dengan ijin Allah  akan membawa kebaikan. Kelak kita akan memiliki daftar hikmah dari kejadian ini. Kita simpan saja dulu agar semuanya bisa berjalan perlahan dan alami. 

Saat ini mungkin kita masih perlu menata hati dan kekuatan diri untuk menerima kenyataan. Sabar karena musibah itu baik, sedih karena berduka itu tanda kasih sayang pada orang yang kita cinta, menangis itu tanda kelembutan hati, mengaku merasa lemah itu tanda tidak ada kesombongan dalam jiwa. Biarlah menangisi dan merasa tak berdaya, karena memang hanya Allah yang memiliki kuasa dan mengatur hidup dan mati kita. Apa salahnya kita takut, karena memang kita memerlukan pegangan atas hidup yang tak pasti ini. Maka kepadaNya kita kembali, ya kita akan kembali padaNya sebagaimana kita berasal dariNya. inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Darinya kita berasal dan kepadaNya kita akan pulang. 

Alangkah indah kematian, jika itu membuat jiwa terbebas dari maksiat dan hirup pikuk dunia yang nista. Jika kepergianmu membuat orang tua dan keluarga mendapat derajat sebagai orang yang mulia karena kesabaran atas ujianNya ini. Jika hal itu menggerakan dunia untuk bergandengan saling membantu dan mengirimkan doa dan permohonan ampunan. Tidakkah indah, jika pengorbanan itu menjadi kabar baik di langit karena masih banyak orang-orang shaleh di dunia ini yang percaya pada takdir dan meminta pertolonganNya. 

Mungkin kita sulit menemukan jasad yang hanyut terseret sungai besar dengan arus deras sepanjang 295 Km. Tetapi kita menyakini saat ini, ada kabar dari langit tentang sungai yang lebih indah dan memberi kita ketentraman dan hidup abadi di sisiNya. Saya tak bisa membayangkan betapa indahnya kenikmatan 99%  yang dijanjikan itu. Mari kita berdoa saja, bila di sungai Aare tak kita temukan, mungkin kelak kita akan duduk bercerita di pinggir sungai syurgaNya yang lebih indah dan menyejukkan.

 

 sumber foto :  photo 

 

You Might Also Like

0 comments

Subscribe