Pembelajaran Berulang itu Mengingat kematian
00.35Sebentar lagi saya yakin video seorang ustadzah Taslimah yang meninggal saat melantunkan doa segera (atau sudah) viral. Beliau meninggal saat mengaji Al-Qur'an di Masjid Al Barkah As Syafiiyah, Tebet, Jakarta Selatan. Warga Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan itu wafat dalam usia 65 tahun. Silakan cek kisah-ustazah-taslimah-tutup-usia-saat-ngaji-di-masjid-al-barkah
Beragam orang berespon dengan caranya masing-masing, sesuai kapasitasnya, latar belakang dan tentu saja belief system yang melingkupi cara berpikirnya. Saya menimbang-nimbang untuk menuliskan ini, sebagai penghayatan pribadi yang subjektif saja dari sudut yang sangat terbatas. Sehingga tulisan ini bukan rujukan apalagi tafsiran terhadap kejadian tersebut.
Saya teringat pada beberapa kisah para selebriti yang pernah membagikan pengalaman spiritual mereka pada publik. Cukup banyak kawan-kawan pembaca dapat memetik pelajaran bahwa cara Allah “berbicara” dengan manusia -sebagai makhluk yang dinobatkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini- sangat beragam. Saya juga teringat nasehat seorang guru, Allah yang Maha Pengasih Penyayang ini, juga Maha lembut tetapi juga Maha Perkasa. Terkadang ia menyapa kita dengan kelembutan, terkadang dengan tindakan yang mengagetkan, terkadang terasa sebagai menyakitkan. Namun bagi yang menyadari bahwa kita sedang diajak berkomunikasi, kita mungkin akan merasakan dinamika itu sebagai timbal balik dari cara kita juga menampilkan diri di hadapanNya.
Kematian seseorang dengan cara-cara tertentu yang istimewa sering menarik perhatian kita dan menganggapnya sebagai pertanda. Sebut saja, meninggal saat sedang shalat, sedang berpidato, atau sedang berjalan. Umumnya kejadian tiba-tiba tanpa aba-aba dan terekam oleh kamera sehingga menjadi viral.
Kematian saat orang beribadah tampak seperti kematian yang indah. Dengan mudah kita menyebutnya sebagai keberhasilan seseorang mencapai derajat terbaik atau tertinggi di hadapan Allah SWT. Bila seseorang meninggal dengan cara seperti ibu Ustadzah Taslimah misalnya, semua orang akan menganggapnya indah, akhir yang baik dan penanda bahwa beliau insyaAllah disayang Allah. Dalam hal ini saya berdoa, semoga memang demikianlah adanya. Merujuk pada aktivitasnya mengajar alquran selama 20 tahun secara istiqomah, tentu ini adalah hadiah indah yang Allah perlihatkan pada kita. Ia meninggal dengan terhormat, seperti namanya sendiri adalah sebuah penghormatan.
Sebaliknya kematian yang mengerikan dianggap sebagai indikator keburukan. Apalagi bila orang yang meninggal dengan mengerikan itu dikenal sebagai orang yang kurang akhlak atau bahkan dianggap sebagai seorang penjahat. Kita akan temukan juga berita viral yang memberikan labeling tentang akhir yang buruk ini.
Walaupun salah besar bila kita memberikan klaim tentang status mereka di hadapan Allah, karena semua itu wilayah kewenangan yang ghaib dan hanya Allah yang berkuasa menentukan. Pada situasi yang beragam akan lebih baik bersikap lebih netral. Kita tak boleh menganggap ketenaran atau perilaku yang kita kenal dari sang mayit sebagai ukuran. Demikian juga menilai orang yang mengenaskan akhir hidupnya sebagai akhir kehinaan sedangkan yang sangat dipuja orang sebagai keagungan. Kita pernah diingatkan tentang sahabat yang gugur di medan jihad, yang ternyata orang munafik dan Rasulullah diberitahu bahwa ia masuk neraka. Naudzubillah.
Namun kitapun semua tentu ingin meninggal dengan cara yang baik, mendapat sebutan yang baik, sebagai mayit yang husnul khatimah (akhiri hidup dalam keadaan yang baik dan selamat) bahkan dishalatkan dan didoakan minimal oleh 40 orang agar dosa kita diampuni, kubur dilapangkan dan mendapat keridhaanNya yang sempurna. Terkadang saya berdoa agar meninggal saat kita sedang shalat atau sedang mengaji, atau sedang ibadah di masjid. Tetapi terkadang pula saya menilai hal ini mungkin akan beresiko karena tidak selama 24 jam setiap hari saya berada di masjid dan melakukan hal tersebut. Bagaimana saat saya sedang melakukan aktivitas lainnya?
Kita diajarkan untuk senantiasa berdoa untuk mencapai akhir yang baik itu. Walaupun caranya sendiri tidak dapat kita pastikan, hanya saja ada ayat dalam alquran yang membuat saya terkoneksi dalam isu ini. QS Alkahfi ayat 110, ayat terakhir yang terjemahannya demikian: Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa,”Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Teramat jelas pesan ayat ini untuk kita agar perlu benar-benar selalu mewaspadai setiap saat kita akan dipanggilNya. Untuk itu selalu berhati-hati dalam setiap langkah kita, karena setiap saat bisa saja hidup kita berakhir tanpa pemberitahuan. Kalau memang kita selalu berbuat baik tentu kita bisa berharap berakhir dengan baik pula. Indikator yang perlu kita ingat adalah, ketika kita melakukan hal apa saja tak masalah, bila hal itu tidak akan kita sesali dan tidak akan membuat kita ingin dikembalikan ke dunia untuk menebus kesalahan itu. Karena kita tak bisa menggadaikan semua apa yang dianggap milik kita, semua kenikmatan hidup ini untuk kehidupan kita di akherat. Kita akan tentu sangat menghindari tindakan buruk yang disengaja, membuang waktu untuk hal-hal tak penting pada saat menyadari bahwa kehidupan kita saat ini hanya sementara dibandingkan dengan kehidupan setelah kematian kita yang abadi. Pada saat yang sama kita akan menabung amal baik untuk berharap menemukan balasan yang baik kelak. Kita tentunya setiap saat akan selalu mewaspadai perilaku kita, baik yang nampak maupun kecenderungan batin kita, agar tidak menyesal karena menemukan akhir yang buruk. Setiap saat dalam keadaan berserah diri padaNya, melakukan aktivitas sesuai syariatnya untuk mencapai keridhaanNya, sehingga itu semua bernilai beribadah. Mudah-mudahan malakal maut menjemput kitapun dengan penuh penghormatan.
“Bahkan, barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”. ( QS Al Baqoroh ayat 112)
Husnul khatimah, akhir yang baik, yang kita dambakan itu perlu dipersiapkan dan diperjuangkan. Pembelajaran dari kematian seseorang terus berulang. Setiap hari ada orang yang meninggal dengan berbagai cara, seharusnya tidak membuat kita menganggap hal ini sebagai hal biasa dan lalai. Terkadang Allah mengingatkan kita lebih keras agar kita kembali terbelalak. Mengingatkan bahwa kehidupan dunia dan kenikmatan yang ada ini sangat tidak layak untuk diperbandingkan dengan keabadian di sisiNya. Berlelah-lelah ibadah selama ini tidak akan sia-sia, bagi mereka yang takwa, selalu dalam keadaan beramal shaleh hingga kematian menjemputnya. Itu adalah momen terindah yang dapat kita pilih untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
Orang yang cerdas sesungguhnya adalah orang yang selalu mengingat kematian. Maksudnya sadar bahwa hidup kita memiliki batas waktu dan akan mempertanggung jawabkan apa yang kita perbuat, bahwa amal kita akan ditimbang dan dibalas dengan pahala atau siksa. Lalu waspada dengan cara apa kita mengisi hidup kita ini, yaitu dengan hal-hal prioritas yang bermanfaat, berguna bagi kehidupan kita kelak yang lebih lama dan abadi. Tidak terjebak dengan gaya hidup sesaat yang muncul sebagai trend sosialita, tidak meributkan atau memperebutkan hal-hal yang tidak esensial dalam hidup. Beramal baik dan istiqomah dalam amal ibadah tersebut dengan tidak mempersekutukan Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa dengan sesuatu apapun.
Sungguh pengingat kematian begitu banyak dan dekat. Syukurlah kita selalu disapaNya dengan berbagai cara agar kita benar-benar tercerahkan dan tersucikan sebelum kembali padaNya.
Semoga bermanfaat.
Silakan cek tulisan saya yang lain :Pengingat Mati itu Bernama Covid
0 comments