Melatih Empati dengan Teknik Role Reversal

22.24


 

 


Pada suatu kesempatan sesi terapi pada seorang ibu, saya menggunakan Teknik Role Reversal untuk melatihnya mengembangkan kemampuan empati pada suatu masalah yang sedang dihada
pinya. Sebenarnya ia telah menyimpan kekesalan pada orang tuanya, terkait suatu kejadian di masa lalu. Ia bukan hanya kesal yang dipendam, tetapi juga perasaan tak ingin memaafkan dan anggapan bahwa orang tua itu tak bertanggung jawab dan hal tersebut membuatnya tidak respek bahkan menciptakan jarak diantara mereka. Komunikasi yang buruk serta relasi yang sering diwarnai oleh konflik dan kesalahfahaman”.  

 

Memerankan ulang peran yang dimainkan oleh ibunya sendiri saat kejadian itu telah mengubah bukan hanya sudut pandangnya terhadap masalah yang dihadapi, tetapi juga bagaimana emosi ia berubah terhadap orang tuanya. Bahkan ia merasa bahwa ia lebih memahami dan menyadari perbuatannya sendiri yang kurang tepat. Selanjutnya klien saya berencana untuk membangun ulang relasi ini dengan cara yang lebih menyenangkan. Empati dapat dilatih, dan Adam Blatner melalui Teknik Role Reversal telah memberikan kontribusi yang sangat baik untuk dapat melatihnya.

 

Adam Blatner adalah seorang praktisi psikodrama yang mengembangkan teknik role reversal sebagai salah satu alat untuk mengembangkan kemampuan empati. Dalam bukunya yang berjudul "Foundations of Psychodrama: History, Theory, and Practice", Blatner menjelaskan secara rinci tentang konsep dan penerapan role reversal dalam konteks psikodrama.

 

Role reversal adalah teknik di mana individu memainkan peran orang lain dalam sebuah situasi. Dalam konteks pengembangan empati, role reversal memungkinkan seseorang untuk melihat dunia melalui sudut pandang orang lain. Dengan memasuki peran orang lain, individu dapat memahami pengalaman, perasaan, dan perspektif orang tersebut secara lebih mendalam.

 

Blatner menjelaskan bahwa role reversal tidak hanya melibatkan pemikiran dan observasi eksternal tentang bagaimana orang tersebut berperilaku, tetapi juga melibatkan empati yang mendalam dalam merasakan pengalaman subjektif orang tersebut. Dalam proses role reversal, individu secara aktif berusaha mengadopsi pikiran, emosi, dan pandangan dunia orang yang mereka perankan.

 

 

Dengan melakukan role reversal, individu dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan dan pengalaman orang lain. Mereka dapat merasakan emosi yang mungkin dirasakan oleh orang tersebut, menghadapi tantangan yang dihadapi oleh mereka, dan memahami perspektif yang mendasari tindakan mereka. Hal ini memungkinkan individu untuk mengatasi batasan pemikiran sendiri dan melihat dunia melalui sudut pandang yang lebih luas.

 

Blatner menekankan bahwa role reversal harus dilakukan dengan penuh penghargaan, empati, dan niat baik. Tujuannya adalah untuk memperkaya pemahaman kita tentang orang lain, bukan untuk mengejek atau merendahkan mereka. Dalam proses role reversal, penting untuk menghormati keunikan dan kompleksitas individu yang kita perankan.

 

Melalui role reversal, individu dapat melatih empati dan mengembangkan kemampuan untuk memahami dan merasakan perspektif orang lain. Dalam bukunya, Blatner memberikan panduan praktis dan contoh kasus untuk membantu pembaca memahami dan menerapkan teknik role reversal dalam konteks psikodrama.

 

 

Melalui kegiatan psikodrama online, komunitas Indonesia Sehat Bahagia melakukan adaptasi dan eksplorasi Teknik ini dengan tujuan melatih daya empati. 

 

Runtut kegiatannya dirancang sebagai berikut : 

 

 

Langkah 1: Pengantar dan Pemanasan

Sutradara psikodrama memperkenalkan konsep empati dan pentingnya memahami perspektif orang lain. Peserta diarahkan untuk mengenali perasaan dan pengalaman mereka sendiri terkait empati. Kegiantan pemanasan juga diisi dengan aktivitas saling berkenalan dan menumbuhkan rasa aman dan saling percaya dalam kegiatan kelompok psikodrama online. Teknik yang digunakan adalah  modifikasi dari Teknik step in, mirroring dan sculture. Memanfaatkan fasilitas dalam zoom seperti open video, emoticon dan imajinasi. 

 

Langkah 2: Identifikasi Tema

Peserta diminta untuk mengidentifikasi situasi atau masalah dalam kehidupan mereka yang memerlukan pengembangan kemampuan empati. Mereka dapat memilih situasi dari lingkungan pribadi, pekerjaan, atau konteks sosial. Teknik yang digunakan adalah Teknik naratif, sharing berpasangan melalui break out room. 

 

Langkah 3: Role Reversal

Peserta ditawarkan untuk menjadi protagonis yang akan berbagi situasinya. Protagonis yang menjadi "klien" menggambarkan peran mereka dengan jujur, berbagi perasaan, dan pengalaman mereka.

 

Pemimpin psikodrama memberikan instruksi tentang teknik role reversal kepada protagonist sebagai "klien" dan mengarahkan peran peganti untuk berperilaku, berbicara, dan merasakan dalam peran mereka. "Klien" diminta untuk mencatat pengamatan mereka tentang peran tersebut.

 

Peran pengganti akan memerankan perannya sesuai  perspektifnya dari apa yang diperlihatkan oleh protagonist. Mereka diminta untuk melibatkan diri sepenuhnya dalam peran tersebut dan melaporkan pengalaman mereka secara emosional dan kognitif.

 

Langkah 4: Refleksi dan Diskusi

Setelah selesai, anggota kelompok akan berbagi pengalaman mereka. Peserta diajak untuk merenungkan tentang perbedaan persepsi, emosi, dan pengalaman yang dirasakan saat berada dalam peran orang lain. Peserta diarahkan untuk berbagi pemahaman baru yang mereka dapatkan tentang orang lain, serta dampaknya terhadap pemahaman mereka tentang diri sendiri.

 

Langkah 5: Integrasi dan Penerapan

Sutradara psikodrama mengarahkan peserta untuk merenungkan bagaimana pengalaman ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Peserta didorong untuk mengidentifikasi langkah-langkah konkret yang dapat mereka ambil untuk meningkatkan kemampuan empati mereka dan memahami perspektif orang lain dalam berbagai situasi.

 

Langkah 6: Penutup

Sesi psikodrama diakhiri dengan refleksi akhir oleh setiap peserta. Pemimpin psikodrama menyediakan waktu bagi peserta untuk berbagi kesan, pembelajaran, dan pengalaman pribadi mereka selama skenario psikodrama ini. Peserta diberikan dukungan dan dorongan untuk terus mengembangkan kemampuan empati mereka di luar sesi ini.

 

 

Evaluasi kegiatan psikodrama hari ini:

Praktek sesungguhnya menampilkan spontanitas dengan hadirnya isu-isu yang unik dari kisah peserta. Tentang anak-anak yang menjadi kupu-kupu beterbangan bebas di taman dan pada saat itu “seekor” kupu-kupu patah sayapnya dan “seekor” kupu-kupu lain walaupun memiliki sayap yang utuh, ia tak bisa terbang. Mengalirkan kisah penghayatan emosi dibalik permainan pura-pura ini yang sesungguhnya menyimpan emosi dalam gestur atau ekspresi ketubuhan kupu-kupu. 

 

Psikodrama memang dapat menjadi permainan pura-pura dan spontan, namun sesungguhnya ia menyimpan pesan mendalam tentang makna dan kenangan yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian. Dengan menirukan (mirroring) pada  gerakannya  saja ( Teknik sculpture), kita bahkan dapat merasakan emosi orang lain (fenomena tele) yang sulit dipahami kecuali bagi yang secara sadar mengijinkan dirinya berproses dalam aktivitas drama tersebut.

 

Permainan metaphora melatih kita membangun struktur berpikir dan emosi yang terintegrasi tentang suatu isu atau konteks tertentu dalam kehidupan kita. Jadi jangan remehkan ketika kita bermain pura-pura menjadi lampu atau bangku di taman. Bisa jadi ia mewakili harapan, mimpi besar bahkan mungkin visi hidup kita di dunia. 

 

Selamat berproses.

 

 

Referensi:

 

Blatner, A. (2000). Foundations of Psychodrama: History, Theory, and Practice. Springer Publishing Company 

Blatner, A. (2000). Acting-In: Practical Applications of Psychodramatic Methods (3rd ed.). Springer.

 

 Sumber foto : Anak kecil dengan wajah dicat sebagai kupu-kupu foto stok  

 

 

 

 

 

You Might Also Like

0 comments

Subscribe