Islamic Integratif Therapy untuk Menangani Vaginismus pada Klien dengan Trauma Kekerasan Seksual

04.06



Pengantar

Vaginismus, sebuah kondisi di mana otot-otot vagina berkontraksi secara tidak sadar saat upaya penetrasi dilakukan, seringkali diakibatkan oleh trauma psikologis yang mendalam, seperti kekerasan seksual pada masa kecil, kecelakaan, kecemasan dalam relasi pernikahan, dll. 

 

Dalam praktek klinis, seringkali klien datang dengan pasangan setelah mereka mulai mendapatkan tekanan dari keluarga untuk segera memiliki anak atau ketika suami merasa tidak puas atau merasa diabaikan. Situasi terkadang diperparah dengan pemikiran bahwa relasi seksual merupakan tabu yang tidak bisa dibicarakan, apalagi dengan orang asing. Namun pada saat yang sama, pasangan mengalami konflik ketika satu sama lain tidak merasa melakukan kewajiban agama atau menyerah pada situasi yang membuat perempuan merasa diperlakukan secara kasar. 

 

Saat konseling dengan psikolog baru terungkap pengalaman traumatik yang mewarnai kesulitan yang sangat serius dalam hal relasi seksual. Sebagian klien saya mengembangkan coping strategy dengan mencari cara modern untuk membuat program memiliki anak seperti bayi tabung. Sementara klien lain kurang mendapatkan dukungan pasangannya, terlanjur mengembangkan kecurigaan dan konflik hebat sampai perceraian sebelum kasus terselesaikan. Sedangkan pada kasus lainnya, pengalaman traumatik memicu pola kekerasan serupa terulang kembali.

 

Kasus vaginismus di Indonesia, terutama yang disebabkan oleh trauma kekerasan seksual, sering kali tidak terlaporkan secara spesifik, tetapi dapat dikaitkan dengan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan, dengan lebih dari 15.000 kasus pada tahun 2023(Databoks)(KemenPPPA).

 

Di Jawa Barat, provinsi dengan angka tertinggi laporan kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023, terdapat lebih dari 3.900 laporan kekerasan(Databoks). Vaginismus, sebagai salah satu efek dari trauma kekerasan seksual, sering kali muncul dalam bentuk disfungsi seksual pada korban kekerasan berikutnya.

 

Metode Pengumpulan Data dan Penghimpunan Sumber Daya

 

Langkah awal dalam penanganan vaginismus adalah pengumpulan data melalui asesmen klinis yang mendetail. 

  • Wawancara klinis untuk mendapatkan kejelasan riwayat trauma, hubungan seksual, pengalaman emosional, serta hubungan dengan suami.
  • Pemeriksaan psikoseksual meliputi respons fisik dan emosional yang terjadi ketika mencoba berhubungan seksual. Diskusikan juga perasaan klien mengenai tubuhnya sendiri dan bagaimana dia memandang seksualitas.
  • Kuesioner dan inventori psikologis: Gunakan skala seperti Sexual Satisfaction Scale, Trauma Symptom Inventory, atau Beck Anxiety Inventory untuk memahami tingkat trauma dan dampak psikologisnya.
  • Observasi pola komunikasi dan relasi: Perhatikan interaksi dengan suami, terutama dalam hal kedekatan emosional dan cara menangani konflik terkait masalah ini.

 

Selain itu, penting untuk menghimpun sumber daya dari lingkungan klien, seperti dukungan keluarga, pasangan, dan kelompok pendukung. Pendekatan ini juga dapat melibatkan dukungan komunitas keagamaan, jika klien merasa nyaman dengan integrasi agama dalam terapi.

 

Diagnosa dan Penetapan Rencana Intervensi

Berdasarkan data yang dikumpulkan, diagnosa vaginismus dapat ditegakkan dengan mempertimbangkan aspek psikologis dan fisik. Jika trauma masa kecil yang terkait dengan kekerasan seksual  menjadi faktor utama, maka kita perlu mempertimbangkan kondisi atau symptom lain yang mengganggu relasi seksual tersebut. 

 

Vaginismus seringkali melibatkan kondisi : 

·      Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD) terkait kekerasan seksual.

·      Gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiety Disorder) yang mungkin memengaruhi kehidupan klien secara keseluruhan. 

·      Kesulitan relasi seksual dalam pernikahan akibat ketakutan mendalam terhadap penetrasi dan pengalaman traumatik masa lalu.


Perencanaan Terapi 


Rencana intervensi Vaginismus akan lebih baik jika melibatkan terapi psikologis dan dukungan spiritual Kasus Vaginismus, seringkali menjadi konflik hebat ketika pasangan juga memiliki pandangan normatif agama yang terlalu kaku. Isu ini seringkali disembunyikan, karena tabu, malu, aib atau sebagai bagian dari masalah keagamaan dalam pernikahan.  Karena sulit untuk memiliki keberanian untuk datang pada konselor pernikahan atau psikolog klinis, kecuali jika mereka mendapatkan dukungan atau referral dari dokter. Umumnya dokter Obstetry dan Genecology dapat bekerja sama untuk kasus pasangan yang mengalami kesulitan memiliki anak. 

 

Pendekatan Psikoterapi Integratif  Islami

Pendekatan integratif Islami menggabungkan psikoterapi modern dengan perspektif agama Islam dapat menjadi lebih efektif. Pendekatan ini memungkinkan klien untuk memulihkan dirinya dari trauma, baik dari aspek psikologis maupun spiritual, dengan dukungan pasangan dan terapis yang kompeten.

 

Terapi ini menggabungkan teknik-teknik modern seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR)Mindfulness bersama dengan pandangan agama yang mendorong penyembuhan holistik.

  1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT): CBT berfokus pada mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang menyebabkan kecemasan dan ketakutan terkait hubungan seksual. Klien diajak untuk mengembangkan strategi coping yang lebih sehat dalam menghadapi pemicu traumatik. Menurut penelitian oleh Reissing et al. (1999), CBT efektif dalam mengurangi gejala vaginismus, khususnya yang diakibatkan trauma masa lalu.
  2. Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR): Sebagai metode yang dirancang khusus untuk mengatasi trauma, EMDR bekerja dengan membantu klien memproses ingatan traumatis secara adaptif. Penelitian yang dilakukan oleh Shapiro (2001) menunjukkan bahwa EMDR dapat membantu individu untuk memisahkan trauma dari respons fisik yang muncul, seperti vaginismus. Dengan teknik ini, klien perlahan-lahan mampu mereduksi reaksi emosional yang terkait dengan trauma kekerasan seksual.

 

Pandangan Agama dalam Penanganan Vaginismus

Pendekatan terapi integratif tidak hanya bergantung pada metode psikologis, tetapi juga dapat memperkuat proses penyembuhan melalui pandangan agama Islam. Para ulama dan cendekiawan Muslim telah membahas etika dan perilaku seksual yang sehat dalam hubungan suami istri, yang dapat membantu pasangan menghadapi vaginismus dengan kasih sayang dan saling pengertian.

  1. Syaikh Muhammad Al-Ghazali – Fiqh al-Sirah:
    • Al-Ghazali menekankan pentingnya kasih sayang dan kesabaran dalam hubungan suami-istri. Dalam konteks vaginismus, beliau menegaskan bahwa suami harus menghormati batasan fisik dan emosional istri, serta memberikan dukungan tanpa tekanan untuk melakukan hubungan seksual. Edukasi pasangan mengenai pentingnya dialog terbuka tanpa rasa malu adalah langkah awal yang penting dalam proses penyembuhan (Fiqh al-Sirah).
  2. Ibn Sina (Avicenna) – Al-Qanun fi al-Tibb:
    • Ibn Sina dalam Al-Qanun fi al-Tibb menekankan pentingnya pendekatan holistik terhadap kesehatan mental dan fisik. Beliau menyarankan penggunaan terapi relaksasi seperti pijat lembut, serta penggunaan herbal alami yang dapat merelaksasi tubuh dan menenangkan pikiran. Ibn Sina juga menganjurkan latihan pernapasan untuk meredakan kecemasan yang terkait dengan masalah seksual. Teknik-teknik ini dapat diaplikasikan pada klien dengan vaginismus untuk mengurangi ketegangan fisik dan mental.
    •  

Intervensi Praktis: Edukasi Pasangan

Salah satu langkah penting dalam terapi vaginismus adalah edukasi pasangan. Pasangan perlu memahami bahwa vaginismus adalah kondisi yang berakar dari trauma, bukan keengganan atau ketidakmauan dari pihak istri untuk berhubungan seksual. Edukasi ini melibatkan penjelasan tentang reaksi fisik involunter dari vaginismus, serta pentingnya menghargai batasan dan menghindari tekanan seksual.

 

Dari buku "Sexual Awareness: Couple Sexuality and Clinical Approaches" (McCarthy & McDonald, 2009), pasangan diharapkan bisa memahami bahwa proses penyembuhan bersifat bertahap dan membutuhkan waktu. Keintiman non-penetratif dianjurkan sebagai alternatif awal untuk membangun kepercayaan dan rasa aman, sebelum akhirnya mencoba penetrasi secara bertahap.

 

Praktik Relaksasi dan Teknik Pernapasan

Terapi relaksasi yang dikembangkan oleh Ibn Sina dalam Al-Qanun fi al-Tibb sangat relevan dalam konteks vaginismus. Teknik ini membantu merelaksasi otot-otot vagina yang berkontraksi akibat ketegangan. Terapi ini dapat dipadukan dengan teknik mindfulness dari Full Catastrophe Living (Kabat-Zinn, 1990), di mana klien diajak untuk lebih fokus pada tubuh dan pernapasan untuk menenangkan pikiran dan tubuh selama momen keintiman dengan pasangan.

 

Kesimpulan

Penanganan vaginismus akibat trauma kekerasan seksual memerlukan pendekatan integratif yang melibatkan psikoterapimodern dan dukungan spiritual dari perspektif Islam. Pendekatan ini menggabungkan terapi psikologis seperti CBT dan EMDR dengan pandangan ulama seperti Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang menganjurkan kasih sayang, kesabaran, serta komunikasi yang terbuka. Dengan memanfaatkan metode holistik Ibn Sina yang menekankan keseimbangan fisik dan mental, pasangan dapat membantu klien meraih pemulihan yang lebih komprehensif, menciptakan lingkungan yang aman, dan mendukung proses penyembuhan dari trauma seksual.

 

Referensi:

  1. McCarthy, B., & McDonald, D. (2009). Sexual Awareness: Couple Sexuality and Clinical Approaches.
  2. Reissing, E. D., Binik, Y. M., Khalife, S., Cohen, D., & Amsel, R. (1999). Vaginal spasm, pain, and behavior: An empirical investigation of the diagnosis of vaginismus. Archives of Sexual Behavior, 28(4), 363-378.
  3. Shapiro, F. (2001). Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR), Basic Principles, Protocols, and Procedures.
  4. Ibn Sina. (1993). Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine).
  5. Al-Ghazali, M. (n.d.). Fiqh al-Sirah.

Kabat-Zinn, J. (1990). Full Catastrophe Living: Using the Wisdom of Your Body and Mind to Face Stress, Pain, and Illness













Photo by Oziel Gómez on Unsplash

You Might Also Like

0 comments

Subscribe